Sagu
Bagi
masyarakat di Kabupaten Yahukimo khususnya dan masyarakat Papua umumnya, sagu sudah
menjadi bagaian dari kehidupan mereka sebagai budaya. Budaya sagu ini erat
kaitanya dengan wilayah Papua yang merupakan lumbung bagi pohon sagu. Pohon
sagu tersebar luas di seluruh wilayah Papua. Papua sendiri merupakan provinsi
yang memiliki lahan sagu terbesar di Indonesia.
85 persen lahan sagu nasional ada di provinsi ini.
Bagi
penduduk yang berada dipedalaman mendapatkan sagu dengan mencarinya di hutan.
Yang bertugas mencari dan kemudian memasak sagu ini biasanya dilakukan oleh
kaum perempuan karena dianggap tidak memerlukan tenaga fisik yang besar.
Sementara
kaum wanita mencari sagu, kaum prianya berburu untuk mencari makanan yang
dijadikan lauk untuk dimakan bersama sagu nantinya. Pohon sagu yang siap dan
bagus untuk diambil saripatinya yaitu yang berumur antara 3 hingga 5 tahun.
Kegiatan
mencari sagu ini juga dikenal dengan nama memangkur. Sebelum menebang pohon,
pencari sagu memeriksa dahulu apakah pohon tersebut mengandung cukup sagu atau
tidak. Cara untuk mengetahuinya yaitu dengan melubangi pohon sagu menggunakan
kapak. Dari lubang tersebut para pencari sagu dapat mengetahui kandungan sagu
dalam pohon, jika dirasa cukup mengandung sagu maka pohon tersebut akan
ditebang. Sagu diperoleh dari pengolahan empulur pohon sagu untuk diambil
saripatinya.
Empelur
pohon sagu berada di bagian dalam batang pohon sagu. Empelur ini terlihat
setelah batang pohon sagu dibelah. Empulur atau bagian tengah pohon sagu ini
kemudian dipangkur menggunakan ames atau pangkur untuk memperoleh
serpihan-serpihan kecil seperti parutan kelapa dalam ukuran yang lebih besar.
Untuk
beberapa wilayah, sebagian masyarakat Yahukimo sudah menggunakan alat yang
lebih modern untuk memperoleh serpihan-serpihan kecil ini. Mereka menggunakan
alat seperti parutan kelapa untuk memarut empelur sagu yang sudah
dibelah-belah. Selanjutnya serpihan-serpihan sagu tersebut di peras dengan
menggunakan campuran air. Hasil perasan tersebut ditampung dalam sebuah wadah.
Tahap
penampungan ini bertujuan untuk mengendapkan saripati sagu. Setelah beberapa
jam, air perasan yang tadinya berwarna putih perlahan berubah menjadi bening di
bagian atasnya dan terlihat endapan sagu di dasarnya. Setelah itu air tersebut
dibuang hingga hanya tersisa endapan sagu. Sagu inilah yang kemudian siap
diolah sebagai bahan makanan. Satu pohon
sagu yang bagus dapat menghasilkan sekitar 120 kg hingga 150 kg.
Saat ini,
bagi sebagian keluarga mencari sagu bukan hanya untuk dikonsumsi sendiri.
Mereka juga mencari sagu untuk di jual di pasar. Hasil penjualan sagu tersebut
dapat digunakan untuk membeli keperluan mereka yang lain. (Sumber Buku Profil
Kabupaten Yahukimo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar